Senin, 30 April 2012

Pembinaan PMR


PMR ; Relawan Masa Depan
Pembinaan PMR Pembinaan Palang Merah remaja Palang Merah Remaja (PMR) adalah wadah pembinaan dan pengembangan anggota remaja PMI, yang selanjutnya disebut anggota PMR. Terdapat di PMI Cabang seluruhIndonesia dengan anggota lebih dari 1 juta orang. Anggota PMR merupakan salah satu kekuatan PMI dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan kemanusiaan dibidang kesehatan dan siaga bencana, mempromosikan Prinsip-Prinsip Dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional, serta mengembangkan kapasitas organisasi PMI.

PMI mengeluarkan kebijakan pembinaan PMR: (1) Remaja merupakan prioritas pembinaan, baik dalam keanggotaan maupun kegiatan kepalangmerahan.  (2) Remaja berperan penting dalam pengembangan kegiatan kepalangmerahan. (3) Remaja berperan penting dalam perencanaan, pelaksanaan kegiatan dan proses pengambilan keputusan untuk kegiatan PMI. (4).  Remaja adalah kader relawan.  (5).  Remaja calon pemimpin PMI masa depan.

Tujuan pembinaan dan pengembangan PMI masa depan: (1)  Penguatan kualitas remaja dan pembentukan karakter. (2) Anggota PMR sebagai contoh dalam berperilaku hidup sehat bagi teman sebaya. (3). Anggota PMR dapat memberikan motivasi bagi teman sebaya untuk berperilaku hidup sehat.  (4) Anggota PMR sebagai pendidik remaja sebaya.  (5) Anggota PMR adalah calon relawan masa depan.

Perekrutan anggota PMR berdasarkan target usia: (1) 10 - 12 tahun (PMR Mula), (2)  12 - 15 tahun (PMR Madya), (3) 15 - 17 tahun (PMR Wira)

Pelatihan PMI diarahkan pada peran PMR sebagai peer educator, peer leadership, peer support dan peer educator, dengan menekankan pada perilaku hidup sehat dan pengurangan risiko sesuai prinsip-prinsip dasar Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional. Agar proses belajar dan kegiatan menjadi aktivitas kehidupan nyata yang dihayati dengan penuh kegembiraan membantu anggota PMR menikmati kegiatan dan membangun imajinasi tentang apa dan bagaimana seharusnya menjadi anggota PMR

Kisah Relawan KSR PMI, Cinta Lokasi dan Melawan Ego Pribadi


Ikut organisasi kemanusiaan seperti KSR PMI ( Korps Suka Rela Palang Merah Indonesia ) adalah suatu kebanggaan penuh keikhlasan tersendiri yang bukan menjadi minat prioritas kebanyakan mahasiswa di kampus – kampus saat itu.
Sekian ratus mahasiswa baru kampus saya saat itu, yang tertarik memilih ikut KSR PMI, hanya hitungan jari saja, kebanyakan tertarik dengan Pecinta Alam atau penelitian ini dan itu, yang terlihat jelas kegunaannya, menurut para mahasiswa.
Angkatan kami di tempa secara teori selama kurang lebih seminggu di kampus, oleh para senior dan staff Palang Merah Indonesia, markas daerah Jakarta.dilanjutkan praktek simulasi lapangan di gunung Pancar, Jawa barat. Membuat tandu dengan cepat membawa simulasi korban bencana, di atas gunung dan sungai, kami lakukan, terperosok ke sawah – sawah, menambah keceriaan para peserta diklat KSR PMI, membangun tenda pleton dan rapling melintasi jurang, menjadi tantangan kebersamaan.
13312507481564882101
kenang - kenangan
Lelah dan kegembiraan pada hari terakhir, terobati dengan dilantiknya kami oleh para pengurus PMI dan Purek 3 kampus, menjadi anggota baru Korps Suka Rela Palang Merah Indonesia, dan dinamai angkatan Pelor ( Tempe dan Telor ), karena selama beberapa hari , lauk menu yang kami masak di gunung Pancar, hanya berputar – putar Tempe dan Telor.
Selanjutnya kami sering di tugaskan untuk membantu bersama PMR dan para dokter, di stasiun – stasiun saat bulan puasa dan lebaran, memberikan pertolongan pertama bagi para pemudik, Saat Pemilu pun kami ditempatkan di TPS – TPS, memberikan bantuan kesehatan, bersama KSR dari berbagai kampus di Jakarta.
Tahun 1997 sampai 1998, mental kemanusiaan kami di uji, sebagai mahasiswa dan sebagai relawan PMI, demo – demo yang mengakibatkan keos antara mahasiswa dan aparat, selalu terjadi. PMI Markas daerah Jakarta, memanggil – manggil para insan KSR untuk turut berpartisipasi menolong para korban demo, yang sebagian adalah aparat keamanan. Satu sisi para mahasiswa sangat membenci aparat yang mendukung rezim Presiden Soeharto saat itu, tapi hati nurani berbicara lain, KSR PMI adalah petugas kemanusiaan.yang tidak memihak.
Menjadi catatan, Ketua PMI saat itu adalah Ibu Uga Wiranto, beliau adalah isteri dari mantan Panglima TNI, Jenderal Wiranto, yang nota bene saat itu sangat keras memperlakukan demo – demo para mahasiswa
Saat Peristiwa Semanggi terjadi, setelah ikut demonstrasi di DPR/ MPR, para senior di KSR PMI, meminta kami segera ikut menjadi relawan, berada di tengah desinganpeluru dan batu, keos parah terjadi antara aparat dan mahasiswa, padahal sebelumnya, kami berada di posisi mahasiswa, sekarang kami harus siap menolong aparat yang terkena lemparan batu dan lainnya, begitu memakai atribut PMI, kami menjadi berbeda, itulah relawan kemanusiaan.
Pengalaman paling pahit adalah saat kerusuhan, banyak ratusan korban terbakar yang tidak berbentuk lagi, harus kami angkut memakai tandu masuk kedalam mobil ambulan dan kami ikut didalamnya, terkadang saat kelelahan, tandu yang kami gunakan mengangkut korban, menjadi alas kami untuk merebahkan diri sejenak.
Saat bertugas tidak jarang di antara kami terjadi cinta lokasi antara mahasiswa, atau pun dengan para staff PMI, warna – warni kehidupan relawan yang sah – sah saja, tetapi sampai sekarang belum pernah terdengar ada yang berlanjut ke pelaminan, karena kebanyakan hanya karena sering bekerja sama, terjadilah rasa suka, setelah tugas selesai, warna – warni tersebut hanya tinggal kenangan indah saja.

Korps Sukarela (KSR) PMI


Korps Sukarela (KSR) adalah kesatuan atau unit di dalam perhimpunan nasional PMI, yang merupakan wadah pengabdian bagi Anggota Biasa dan pribadi-pribadi yang atas kesadaran sendiri menyatakan diri menjadi anggota KSR, serta mempunyai persyaratan berikut:
  -    WNI yang berdomilisi di Indonesia
  -    Setia kepada Pancasila dan UUD 1945
  -  Berusia minimal 18 tahun dengan pendidikan serendah-rendahnya SLTP/Sederajat. - Berkelakuan  baik.
  -    Sehat jasmani dan rohani.
  -    Bersedia mengikuti pelatihan sesuai kurikulum PMI.
  -    Bersedia menjalankan tugas kepalangmerahan secara terorganisir dan mentaati peraturan yang berlaku.
  -    Bersedia mengabdikan diri di PMI minimal untuk 3 tahun ke depan.

Unit KSR PMI bisa dibentuk di lingkungan Markas Cabang PMI, Perguruan Tinggi, lingkungan satuan kerja (kantor, pabrik/perusahaan) serta lingkungan masyarakat umum. Adapun jika ingin bergabung menjadi di Korps Sukarela PMI, selain memenuhi persyaratan di atas, jika anda sebagai masyarakat umum dapat mendaftarr di Markas Cabang PMI Kabupaten/Kota tempat anda tinggal, jika anda berstatus mahasiswa bergabung di KSR PMI Unit Perguruan Tinggi, namun jika belum ada, anda bisa membentuknya sendiri dengan koordinasi melalui PMI Cabang. Pelatihan di KSR merupakan refleksi dari peran KSR dalam menjalankan semua pelayanan PMI yang berkualitas dan professional, sehingga kurikulum yang disusun berdasarkan analisa masa kini dan masa datang dengan menekankan pada kualitas relawan. Kurikulum Berbasis Kompetensi sejak 2006 telah diberlakukan sehingga setelah menempuh dan dinyatakan lulus Pelatihan KSR Tingkat Dasar akan dilanjutkan Pelatihan KSR Spesialisasi, yaitu pelatihan sesuai minat, baik bidang pelayanan maupun yang bersifat manajemen. Kegiatan yang dilakukan KSR antara lain ; Pertolongan Pertama dan Evakuasi Korban Kecelakaan, tanggap darurat bencana (petolongan pertama, evakuasi, dapur umum, penampungan darurat, distribusi relief, Restoring & Family Links, Program Dukungan Psikososial, Program Kesiapsiagaan Bencana Berbasis Masyarakat (KBBM), Pertolongan Pertama Berbasis Masyarakat (PPBM), Pengurangan Risiko Dampak Bencana, Kampanye HIV & AIDS dan lain-lain.

Suka Duka Seorang Relawan Sosial Peduli HIV-AIDS


Ciri Ciri Penderita HIV AIDS
Berikut adalah tulisan seorang relawan pekerja sosial yang konsen peduli pada para penderita HIV-AIDS, semoga bisa membuka hati nurani dan kasih kita untuk berbagi dengan sesama. Tulisan ini dikutip dari artikel beliau disini. Berikut ungkapannya, Penderita AIDS juga manusia, mereka membutuhkanku, dan inilah pengabdianku untuk menyelamatkan nyawa mereka, menghidupkan mereka. Ibarat perang, saya rela menjadi serdadu melawan virus HIV/AIDS, dan kuyakin tak akan mati, tak akan terenggut nyawaku lantaran virus itu sebab kutahu pasti, tak semudah itu virus menerobos darah dan tulangku. HIV tak seperti virus influenza ataupun tuberkuloza (yang dulu populer disebut TBC, sekarang Tb). Manusia tertular HIV hanya bisa terjadi dengan aktifitas “terencana” dan “disengaja” yakni hubungan seks, transfusi darah. Selain itu tertular karena hubungan “keturunan” alias ibu bervirus menyusui bayinya dan jarum suntik.

Tak sedikitpun orang telah mencurigaiku sebagai penderita AIDS. Larangan itu bukan hanya dari teman-teman kampus, sahabat-sahabat dekat, tetangga tetapi juga dari saudara-saudara kandung. Bahkan istriku sendiri. Namun saya tak pernah surut dari pekerjaan yang menurut banyak kalangan sangat berisiko. Membahayakan memang jika saya mau bercanda dengan mautku. Sekali saja virus itu menembus darahku, maka saya tinggal menanti kematianku 5 atau 10 tahun akan datang. Sebab virus itu akan merusak seluruh jaringan tubuhku, memperlemah fisikku dan segera mengundang penyakit-penyakit “baru” semisal tumor ataupun kanker. Sekali lagi virus itu tak mudah memasuki tubuh seseorang, kawan…!!!.

Kemirisanku pada orang normal

Sekali waktu saya menikahkan pasangan HIV/AIDS, saya hampir digugat dan dipenjara sebab turut berkontribusi terhadap penularan virus HIV melalui pasangan pengantin baru itu. Saya bukannya dipenjara tetapi malah pihak yang menggugatku itu meminta maaf kepadaku oleh karena saya menjelaskan bahwa persyaratan pernikahan itu sangat ketat, harus berizin dari laboratorium, izin tersurat dari walikota, tidak boleh memiliki keturunan, dan wajib minum ARV.

Kematiannya Ditolak Masyarakat

Bukan hanya di Bali di mana jenazah penderita AIDS terbujur kaku dan beku, namun tak seorangpun berkenan menyentuhnya bahkan tak sudi untuk melakukan pembakaran terhadap mayatnya. Di kampung saya, seorang penderita AIDS wafat dan akan diterbangkan ke tanah kelahirannya. Namun pihak penerbangan menolak, peti jenazah itu terkatung-katung di bandara Sultan Hasanuddin.

Ditolak Bekerja

Puluhan penderita AIDS di Makassar mengajukan lamaran pekerjaan di berbagai perusahaan dan rumah sakit, mereka menolak dengan alasan takut tertular. Maka jadilah penderita AIDS masih dalam labelisasi manusia-manusia terisolir, sampah, dan dimarginalkan. Keadaan ini membuat frustrasi yang maha hebat pada penderita AIDS.

Ini lantaran orang-orang kental persepsinya bahwa AIDS adalah penyakit yang menjijikkan, kutukan, hukuman dan entah apalagi serapahnya. Mereka langsung menghubungkan akibat hubungan seks. Sungguh sebuah anggapan yang memperparah keadaan kejiwaan dan semangat hidup penderita AIDS. Saat mereka membutuhkan support, saat mereka tertatih-tatih dan tinggal menanti ajal menjemput. Malah orang-orang normal mencampakkannya.

Orang-orang itu sangat keliru dan “tidak berperikemanusiaan”, mereka beranggapan kuat bahwa AIDS adalah penyakit anti sosial, mereka tidak cocok bergaul dengan kita. Padahal jika hanya berkomunikasi dengan penderita AIDS, sangat berlebihan jika dicurigai akan menularkan virusnya ke manusia normal. Virus bermaterial genetik asam ribonukleat itu takkan menembus tubuhmu dan darahmu serta cairanmu jika tak ada kontak seksual. Jadi janganlah terlalu berlebihan dan over-acting untuk mencampakkan mereka, mereka juga saudara kita. Mereka butuh hidup, butuh pekerjaan dan butuh penghargaan sebagai manusia ciptaan Allah, sama seperti kita.